Bidikdotcom Tanggapan miring publik seputaran keputusan pemerintah mengenai pembatasan ibadah perayaan Natal mulai dari malam natal hingga hari H-nya 25 Desember. Pembatasan ini merupakan buntut dari semakin tingginya tingkat penyebaran wabah berbahaya dibeberapa daerah termasuk Sulawesi Utara.
Hal ini pula di pertegas oleh Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey pada Senin 21/12/2020 melaksanakan apel bersama dengan semua stage holder TNI/POLRI dan Satuan Gugus Tugas Covid-19 untuk memastikan kesiapan mengamankan penyelenggaraan perayaan terbesar umat Kristiani ini dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.
Baca Juga : Budaya Pemborosan di Hari Natal Dan Tahun Baru Serta Solusi Mengatasinya
Gereja-gereja dipersilahkan untuk mengatur live streaming bagi seluruh warga jemaatnya yang akan mengikuti ibadah Natal atau menggunakan pengeras suara sambil mengatur kondisi setempat.
Perayaan Natal ditengah pandemi membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan bagi masyarakat untuk tidak dilakukan seperti pada waktu-wktu normal, dan dalam hal ini ruang gereja cukup dipenuhi sekitara 50% dari jumlah anggota jemaat selebihnya harus beribadah dari gereja.
Inilah kemudian di pertanyakan masyarakat mengenai pembatasan pelaksanaan ibadah dengan beberapa alternatif yang telah disebutkan diatas, sebab tidak semua jemaat di Sulawesi Utara memiliki jangkauan fasilitas digital yang cukup.
Kemudian didalam satu kelurahan ada 3-5 denominasi dengan fasilitas pengeras suara bagaimana ini akan diatur agar perayaan natal dapat dinikmati penuh sukacita dan kedamaian tanpa ada komplain dan saling mempersalahkan.
Pakar hukum milenial asal Kota Bitung Michael Remizaldi Jacobus angkat bicara mengenal hal ini lewat postingannya di sosial media facebook, ia mempertanyakan kebijakan pembatasan ibadah dalam gereja yang menurutnya belum bisa di jadikan refrensi sebagai ukuran terjadi klaster baru.
Sebab yang lebih berpotensi adalah di Mall-mall, Pasar, di Kapal maupun di tempat Kampanye.
Pengacara muda ini meminta pemerintah berani untuk terbuka sejauh mana dan seberapa banyak cluster gereja yang terjadi selama pendemi ini “Pemerintah harusnya berani terbuka, sudah berapa banyak cluster gereja, sehingga ibadah natal diwaspadai, Menurut saya selama ini rumah ibadah masih lebih konsisten menjaga protokol kesehatan dari pada tempat lain” pungkasnya.
Jacobus pun melanjutkan pembenaran (justifikasi) dari kebijakan harusnya data seperti contoh Pemerintah harus membuktikan masifnya cluster rumah ibadah, jika kebijakan didasari data rakyat akan tahu legal basic and legal history dari kebijakan dimaksud pungkasnya.