Bidikdotcom Sebulan menuju pemilihan kepala daerah serentak 9 Desember 2020 mendatang berbagai proses terus di genjot oleh pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga kedaerah-daerah termasuk Kota Bitung. Komisi Pemilihan Umum Kota Bitung melaksanakan debat pasangan calon walikota dan wakil walikota Bitung pada Minggu 08 November 2020 yang di mulai pada pukul 20.00 wita.
Ada yang menarik dari debat tersebut dimana salah satu paslon dianggap merendahkan kualitas masyarakat Pulau Lembeh terhadap pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) sehubungan dengan pengangkatan tenaga honorer atau dikenal dengan Tenaga Harian Lepas (THL) atau juga di panggil dengan tenaga kontrak.
Baca Juga : Benarkah 2021 Tenaga Kontrak Kota Bitung Berstandar Sarjana
Sehingga informasi ini langsung menjadi trending topik di sosial media dan juga menjadi bahan pergunjingan di dunia nyata. Debat yang tidak melibatkan liputan wartawan secara langsung di nilai para pengguna sosial media KPU Kota Bitung tidak fer terhadap publikasi bagi masyarakat umum meski dengan alasan menerapkan protokol kesehatan.
Orang Lembeh sendiri menyikapi hasil dari debat semalam dengan berbagai versi ada yang cuek, nyinyir bahkan ada membantah bahwa apa yang disampaikan oleh salah satu paslon tentang kualitas orang Lembeh hanya dari kacamata bahasan atau tema dalam debat tersebut.
Tentu bagi mereka dengan pemikiran rasional hal tersebut biasa-biasa saja namun bagi mereka yang tidak menerima apa disampaikan dalam debat tersebut pasti sebuah kesalahan dan pelecehan.
Memang sejak memasuki masa kampanye pilkada Kota Bitung pada bulan September 2020 lalu isu tentang THL berijazah sarjana menjadi perbincangan masyarakat dan para tenaga kontrak yang bekerja di lingkungan Pemerintahan Kota Bitung baik itu di Kelurahan, Kecamatan bahkan Kantor-Kantor Dinas Pemkot isu mengenai tenaga kontrak cukup ramai didebatkan.
Tidak diketahui dari mana asal isu tersebut beredar tiba-tiba ramai diperbincangkan dan terasa mereka yang tidak memiliki ijazah sarjana terancam dengan berita tersebut meski pun kebenarannya masih dalam tanda-tanya. Tetapi dalam debat paslon semalam isu tersebut terangkat kembali.
Sebetulnya polemik tentang orang Lembeh dalam mengakses yang namanya system digital dalam ITE diakui sangat minim dari keseluruhan masyarakat lembeh yang hampir 20 ribu jiwa ini paling-paling bila di presentasikan ada di angka 37-47% dan lebih besar para siswa dan mahasiswa dalam kategori kaum milenial selebihnya tidak bisa.
Bila ukurannya seperti yang dimaksudkan di atas ya masih bisa dipertimbangkan asal harus disertai dengan data lengkap tetapi jika hanya sekedar omong karena ingin memenuhi kuota elektabilitas itu kan namanya asal-asalan dan menyinggung.
Masing-masing paslon memiliki nilai positif dalam memaparkan programnya untuk kesejahteraan masyarakat Kota Bitung dalam pemilihan kepala daerah 9 Desember mendatang semua kembali kepada masyarakatnya mau pilih calon Pemerintah yang bagaimana itu bisa dilihat dalam program yang sudah disampaikan dalam debat semalam.
Bagi masyarakat Pulau Lembeh yang merasa tersakiti dengan pemaparan salah satu paslon silahkan menyampaikan aspirasinya kepada pihak KPU atau Bawaslu jika itu di nilai masuk sebuah pelanggaran etika dalam proses kampanye pemilihan kepala daerah sehingga pihak berwenang dapat memberi peringatan kepada yang bersangkutan.
Baca Juga : Pendidikan Politik Pilkada Bitung Dan Bagaimana Parpol Melaksanakannya
Tetapi perlu juga disadari oleh seluruh reponden paslon maupun paslon sendiri bahwa menyampaikan itikad baik tidak harus membanding-bandingkan ini dan itu yang akhirnya menyakiti perasaan sesama dimana itu kemungkinan adalah pendukung sendiri mendengarkannya yang akhirnya mengurangi tingkat kepercayaan telah dibangung dalam rentang waktu lama. (bdc)