Bidikdotcom Pemilihan serentak kepala daerah tinggal menyisihkan satu bulan lagi dari rencana KPU dalam pemilihan kepala daerah secara serentak pada 9 Desember 2020. Untuk Sulawesi Utara sendiri ada 5 calon Kepala Daerah ikut dalam pertarungan meraih kursi pemimpin 5 tahunan ini diantaranya Gubernur dan Wakil Gubernur Sulut, Walikota dan Wakil Walikota Tomohon, Walikota dan Wakil Walikota Manado, Bupati dan Wakil Bupati Minahasa Utara serta Walikota dan Wakil Walikota Bitung.
Tentu dari kelima calon kepala daerah yang sudah disebutkan tadi memiliki program kerja unggulan siap ditawarkan bagi seluruh masyarakat diwilayah dimana menjadi tujuan dari para calon tersebut mendapatkan suara atau simpatik dari rakyat atas apa hendak mereka lakukan jika di ijinkan memimpin.
Baca Juga : Pendidikan Politik Pilkada Bitung Dan Bagaimana Parpol Melaksanakannya.
Tentu dari yang ditawarkan lewat program-program terhadap sebuah misi serta visi ingin dicapai memiliki nilai luhur dan mulia walaupun harus dicapai dengan proses penuh tantangan dan persoalan dan ini kemungkinan bicaranya nanti bukan sekarang.
Tetapi sangat disayangkan elegansi calon dan pasangan calon dalam memaparkan programnya sering dikacaukan oleh arus bawa atau bisa disebut para pendukung dan simpatisan calon. padahal apa yang disampaikan mereka baik calon/pasangan calon tim kampanye adalah pendapat mulia tidak perlu digoreng hingga gosong dan menimbulkan keresahan.
Hal inilah mewarnai proses jalannya kampanye pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Utara dimana sikap dan toleransi para pendukung tidak mencerminkan asas dari kewibawaan program dipaparkan calon mereka sehingga hujatan cacian dan saling geledek serta saling serang kelebihan dan kekurangan calon yang pada hakikatnya tidak perlu dilakukan.
Ini bukan hanya sekedar fenomena biasa dalam setiap pemilihan umum tetapi perlu ada tanda awas agar tidak terjadi hal-hal diluar jangkauan dari proses pemilihan sehingga menjadi perhatian khusus dari pelaksana dalam hal ini KPU untuk melakukan kontrol penggunaan media bersifat online maupun ofline yang menjurus pada tindakan hukum.
Catatan ini saya buat berawal dari sebuah media daring online berbasis media sosial dalam halaman group berjudul “DEBAT SULUT 2020” dimana beberepa responden entah itu pendukung paslon atau hanya sebatas simpatisan mengeluarkan pernyataan dalam bentuk cacian dan makian terarah kepada salah satu paslon Gubernur dan Wakil Gubernur.(lihat screenshoot gambar)
Sebagai masyarakat beradap seharusnya menyadari bagaimana memahami proses demokrasi dalam menyampaikan aspirasi atau harapan kepada mereka yang mencalonkan diri, atau jika ingin membantu mendongkrak elektabilitas dari calon yang diusung ada baiknya dengan perilaku-perilaku dan cara mengedukasi bukan sebaliknya saling menghina atau mencaci.
Seharusnya juga pembuat halaman group dapat mengarahkan para anggotanya untuk dapat berpendapat secara profesional dan proporsional dalam menyatakan pendapat lepas dari kelebihan dan kekurangan calon dan pasangan calon Gubernur sehingga tidak akan menimbulkan gesekan (inimage) baik pendukung maupun calon.
Sebab belajar dari pengalaman ada orang menganggap pemberitaan di sosial media adalah informasi final meskipun itu “hoax” bahkan ada tanpa menyaringnya atau melakukan cek dan ricek terhadap kebenaran sebuah pemberitaan langsung secara membabi buta melakukan tindakan anarkis.
Bahkan pihak penyedia layanan media tersebut yakni www.facebook.com Indonesia tidak dapat melakukan kontrol dari sistem yang mereka jalankan padahal jelas-jelas ini sangat mengganggu kenyamanan seseorang atau publik lain dalam menyampaikan pendapatnya berhubungan dengan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur.
Okelah jika kita memang pendukung berat dari paslon tertentu wajib secara militansi untuk berjuang memenangkan bersangkutan dari kompetisi pilkada. Bukan berarti merugikan kompetitor lainnya dengan mengedarkan pernyataan-pernyataan tak wajar soal kepribadian paslon.
Bila ada petahana yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah lagi, terus dari kepemimpinannya kurang masuk hitungan kita wajar kita kritisi tentu dengan sikap dan pernyataan kostruktif bukan destruktif atau merusak sehingga memancing perilaku pendukung pasangan lain yang jika tidak dibijaki pasti akan menjurus pada tindakan kejahatan.
Coba kita lihat pertarungan antara Donald Trump dan Joe Biden dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat meski cukup “memanas” baik serangan dari Trump maupun Biden tetapi kedua tokoh tersebut tetap bersikap elegan dan profesional bahkan para pendukung mereka tidak ada hujatan satu pun menjelek-jelekan kekurangan dan kelebihan para calonnya.
Tetapi jualan program yang sarat ide serta gagasan ikut dikampanyekan oleh para pendukung maupun simpatisan dari media sosial sehingga meski di tengah persaingan untuk mendapatkan kursi pemimpin terlihat cara-cara kampanye mengedukasi diterapkan di Amerika tanpa ada yang dirugikan.
Lantas apakah kita akan katakan berbeda atau sama dengan cara demokrasi pemilihan presiden Amerika Serikat? tentu tidak tetapi para pendukung dan simpatisan calon Gubernur dan Wakil Gubernur dapat meniru gaya yang mengedukasi dari proses terjadi di Amerika tersebut.
Baca Juga : Kecintaan Milenial Terhadap Budaya Sendiri di Hari Sumpah Pemuda
Menjadi juga tanggung jawab partai politik bagaimana menggiring pendukung agar menjalankan proses pemilihan umum dengan etika politik dalam alam demokrasi Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU Partai Politik No 2 Tahun 2008 sehingga apa yang disampaikan dalam bahasan ini kedepannya tidak terjadi lagi.(ined)