Cap Tikus Sulut Sasar Pasar Ekspor, Miras Ini Tetap Haram?

 

Foto khusus (sendiri)

Bidikdotcom – Tarik menarik mengenai disahkannya UU No 10 Tahun 2021 tentang ivestasi miras legal yang menyeret berbagai sikap skeptik masyarakat terhadap perundangan yang dinilai akan membawa persoalan baru bagi keamanan dan ketenteraman umat.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) jelas menyatakan Miras sebagai sesuatu yang Haram. Pemerintah dianggap telah membuat keputusan meresahkan warga masyarakat Indonesia secara umum meskipun aturan penerapan hanya dikhususkan bagi ke-4 Provinsi.

Organisasi keagamaan lain yaitu PBNU juga menolak melegalkan miras sebagai investasi resmi di tanah air karena akan merusak akhlak dan martabat anak bangsa kedepan.

Penolakan dari berbagai elemen masyarakat baik dari tingkat bawa hingga ke tingkat elit tidak membuat produksi Cap Tikus Sulawesi Utara menurun baik kualitas maupun produktifitasnya.

Hal ini juga didukung oleh Pemerintah Sulawesi Utara yang merespon positif  KEPRES yang sudah diberlakukan sejak 2 Februari 2021.

Malah sebaliknya Cap Tikus sebagai salah satu kearifan lokal masyarakat Sulawesi Utara mulai akan menyasar pasar ekspor hanya saja ini menunggu pemeriksaan dari BPOM agar minuman beralkohol ini dapat di komsumsi secara aman nanti.

Mengutip (detikcom) lewat pernyataan dari Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Franky Manumpil mengatakan “ini sangat bagus kalau kita ekspor, hanya saja tetap menunggu untuk lolos dari pengawasan BPOM dan Dinas Perdagangan”. tuturnya.

Cap Tikus merupakan minuman beralkohol tanpa pengawet atau campuran bahan lainnya, jadi jika dikomsumsi secara bijak dan terbatas mendantangkan nilai sangat baik.

Secara domestik wilayah terbatas (sendiri) Cap Tikus  Sulut sudah menjadi minuman beralkohol resmi yang diperjual belikan secara umum dengan pengawasan oleh pemerintah. Meskipun demikian masih sangat banyak para penjual enceran menjual Cap Tikus ini secara tidak resmi atau sembunyi-sembunyi.

Memang ada perbedaan harga antara Capt Tikus berlabel dan Tidak.

Cap Tikus berlabel 1978 dibandrol seharga Rp 150.000 ukuran 350 ML sedangkan pasaran umum Rp  25000-30000 per botol aqua sedang yang lebih murah.

Pada Januari 2019 lalu Bupati Minahasa Selatan Christiani Eugenia Paruntu melaunching Cap Tikus legal bermerk 1978.

Sebab daerah Minahasa Selatan (Minsel) merupakan lumbung penghasil Cap Tikus dan Gula Merah dari satu pohon yakni nira.

Tidak hanya daerah Minsel saja tetapi hanpir disetiap daerah di Sulut ada pembuat Cap Tikus karena pohon nira di Sulut tidak berasal dari tanaman liar tetapi pohon ini di budidayakan penanamannya hingga bisa menghasil beragam produk seperti Cap Tikus, Saguer dan Gula Merah (aren).

Cap Tikus merupakan sumber kehidupan masyarakat untuk dapat meningkatkan perekonomian keluarga.

Bahkan tidak sedikit Sarjana di Sulawesi Utara dihasilkan dari tanaman nira yang memproduksi ketiga jenis olahan tadi.

Pertanyaannya dapatkah kita mengatakan bahwa Cap Tikus “haram” tetapi mendantangkan kesejahteraan banyak orang.

Ataukah para pemakai dari minuman beralkohol ini yang diharamkan?

Sulawesi Utara memiliki tingkat kerawanan keamanan cukup signifikan dan tindak kejahatan umum sering terjadi karena minuman keras, enta itu dari Cap Tikus sendiri maupun minuman campur (oplosan).

Lepas semua dari diksi miring mengenai miras ada satu tujuan dan harapan para petani Cap Tikus yakni kesejahteraan, dari mana itu akan didapat tentu dukungan regulasi perdagangan dari pemerintah sebagaimana Kepres tahun 2021 telah membuka peluang baru terhadap akses ekonomi dari hasil tanaman nira baik berlabel lokal maupun internasional.

Penulis deny sondoh

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *