Bidikdotcom Pada prinsipnya setiap orang (individu) tidak mau diatur, di awasi dan di intervensi, apalagi dalam kaitan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) dapat saja hal tersebut dianggap mengekang kebebasan seseorang.
Setiap orang memiliki hak hidup tersendiri., sebagai manusia dewasa, seseorang ingin mandiri dan bebas dari segala ikatan apapun.
Namun karena manusia adalah makhluk sosial maka ia tidak dapat “hidup” sendiri.
Sebagai makhluk sosial manusia saling membutuhkan satu sama lain.
Apakah itu dalam hal membetuk sebuah keluarga, kerja, kesehatan, keamanan, dan dalam kebutuhan hidup lainnya.
Dengan demikian maka dalam interaksi sosial, setiap individu (manusia) mau tidak mau harus tunduk dan menghargai kaidah-kaidah, norma-norma kehidupan bersama, yang diatur demi kebaikan semua pihak.
Konsekuensinya maka manusia dapat diatur, di awasi dan di lindungi dari konsekuensi hidup maka manusia akan mencari, memilih dan menunjuk seorang pimpinan (pemimpin).
Tentunya pemimpin yang dimaksud adalah dari, oleh dan untuk manusia itu, demi menciptakan dan mewujudkan sebuah tatanan hidup yang baik dan sejahtera (contoh: keluarga, kelompok, suku, bangsa dan negara).
Ada dua pengertian “gembala” dalam Alkitab. Pertama, orang yang menggembalakan ternak.
Kedua, orang yang mengasuh dan membina manusia (pemimpin). Gembala dalam bahasa Ibrani disebut “ro’eh” dan kata Yunaninya “poimen”.
Asuhan terhadap sesama makhluk/manusia dapat bersifat politik atau juga rohani/spiritual.
Dalam realitas kehidupan bagsa Israel para pemimpin, apakah raja (pemimpin Negara) atau imam/nabi (pemimpin agama/spiritual) sering dikaitkan dengan tugas dan tanggung jawab sebagai “Gembala” (baca: Yeremia 23).
Gembala adalah pemimpin yang dipercaya karena ia dianggap merupakan “pilihan” Tuhan bagi umat-Nya. Namun kenyataannya tidak semua pemimpin atau gembala dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Ada pemimpin/gembala yang baik dan bertanggung jawab tetapi ada juga yang tidak baik dan tidak bertanggung jawab.
Melalui pembacaan kita saat ini dari kitab Yehezkiel,
(artinya: Allah menguatkan) pasal 34, bahwa Tuhan Allah sangat prihatin dan marah dengan ulah para gembala. Karena para gembala melalaikan tanggung jawabnya dan hanya mengutamakan kepentingan pribadinya sendiri (ayat 2b)
dan mencari keuntungan sendiri (ayat 3). Gembala Israel tersebut tidak mau pusing dengan pergumulan umat-Nya (domba-domba) ayat 4 dan 6.
Akibat dari ulah para gembala tersebut, maka umat-Nya tercerai-berai dan sangat memprihatinkan.
Atas hal inilah maka nubuat Yehezkiel terjadi ketika bangsa Israel (Yehuda/di Selatan) di angkut dan di buang ke Babel (581 sM),
demikian juga Bait Allah di bakar dan peralatan/perabotan bait Allah di curi dan diangkut juga ke Babel (587 sM).
Hal ini terjadi setelah 11 tahun Yehezkiel menyampaikan nubuat dari Tuhan. Para gembala yang walaupun mendengar
apa yang disampaikan oleh para nabi termasuk Yehezkiel tidak mau bertobat dan introspeksi diri.
Akhirnya Allah sendiri bertindak sebagai Gembala Agung untuk menyelamatkan dan mengumpulkan
domba-domba-Nya yang tercerai berai (ayat 11-16). Sedangkan para gembala Israel dihukum dan diberhentikan dari tugas mereka (ayat 10).
Oleh karena itu sebagai orang yang percaya (gereja) kita sangat bersyukur memiliki Allah yang peduli dengan umat-Nya.
Bahkan ketika manusia jatuh ke dalam dosa, Ia tidak membiarkannya melainkan Ia datang ke dunia menjumpai manusia bahkan rela berkorban dan dikorbankan demi keselamatan umat manusia. Manusia yang melakukan dosa,
namun Allah yang menebusnya melalui Putra-Nya yang Tunggal yaitu Yesus Kristus.
Berkaitan dengan hal tersebut maka di minggu-minggu sengsara ini kita di ajak untuk merenungkan dan menghayati atas segala persembahan dan pengorbanan Yesus Kristus sebagai Gembala Agung sejati.
Gembala Agung yang bukan hanya memberi makan (Firman), dan nafas kehidupan dan spirit (Roh Kudus), namun yang telah menderita dan berkorban bahkan menjadi korban yang hidup agar kita semua diselamatkan-Nya.
Meneladani Tuhan Yesus sebagai gembala yang baik, maka kita juga diingatkan sebagai gembala, baik itu ditengah keluarga atau pribadi (mengembalakan diri sendiri),
demikian juga dalam bidang pemerintahan baik dalam jabatan Legislatif maupun Eksekutif (Birokrat), dan Yudikatif (penegakakan hukum), serta bidang spiritualitas: apakah sebagai : Sym, Pnt, GA dan Pendeta atau pimpinan BIPRA, komisi kerja
maka kita diingatkan untuk dapat melayani domba-domba-Nya dengan baik dan bertangung jawab (baca: ayat 16).
Gembala/pemimpin harus memiliki jiwa patriotik yang mau rela berkorban untuk membela dan menyelamatkan umat-Nya
(domba-domba/jemaat) dari ancaman, kejahatan, ketidakadilan dan kesewenang-wenangan dari pihak-pihak tertentu.
Gembala yang baik adalah gembala yang tidak mengutamakan kepentingan pribadi, kelompok, golongan, partai, suku dan ras.
Gembala yang baik seperti yang diungkapkan dalam Yehezkiel 34 : 16 dan Mazmur 23 : 1 – 6 dan Injil Yohanes 10 : 1 – 21.
Gembalakanlah kawanan domba Allah dengan penuh kasih dan ketegasan (I Petrus 5 : 1 – 11).
Akhirnya, apa yang menjadi pertanyaan Yesus kepada Petrus sampai ketiga kalinya dalam Injil Yohanes 21 : 15 – 19:
“Apakah engkau mengasihi Aku ?”. Jika Ya, maka kata Yesus :
“Gembalakanlah domba-domba-Ku”. Dan jika kita sunggung-sungguh mengasihi dan mau megembalakan domba-domba-Nya,
Yesus juga bersabda kepada kita : ”Ikutlah Aku” (ayat 19b).
Maka jadilah teladan yang baik melalui pribadi kita, keluarga, jemaat bahkan bagi masyarakat,
sehingga nama Tuhan akan dipuji dan dimuliakan senantiasa. Dan jika kita harus menghadapi jalan penderitaan karena Dia, ingatlah bahwa Ia juga berjanji : “Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Matius 28 : 20b). Amin
Selamat Menghayati Minggu Sengsara Ke-3 : 7 Maret 2021
Penulis : Pdt. Arthur N. Massie